Jumat Malam - Dilema orang baik beragama

Hi guys ..
jari2 gua belon sembuh total, tapi udah bisa ngetik2 dikit.
So, ini pemikiran gua yang terakhir:
Part 1. Dilema orang baik beragama
Kalau kalau kita membantu sesama karena alasan
agama. Mungkin memang mulia, tapi ada hal yang
mungkin bisa kita pikirkan.
Diantaranya: apakah kita selayaknya membantu orang
yang beragama sama saja, ataukah kita selayaknya
membantu semua orang tanpa peduli agamanya?
-jikalau kita membantu sesama yang beragama lain
dengan kita, bukankah secara tidak langsung kita
membantu agama lain itu, dan otomatis merugikan
agama kita sendiri. (karena kenyataan bahwa satu
pihak diuntungkan berarti pihak yang lain tidak
diuntungkan->dirugikan)
maunya membantu karena alasan agama kita, tapi
malahan merugikan agama kita.
Salah bukan?
Dilema orang baik beragama:
1.) Masalah Pertama:
perlukah membantu orang beragama lain?
atau apakah benar cuman perlu membantu orang
seagama? (biarpun situasi mendesak.)
-kemungkinan pertama:
kita memberi makan anak kecil yang kalau tidak
kita tolong akan mati kelaparan.
setelah tertolong anak kecil itu berterima kasih
dan pergi. kita menolong tanpa tahu dengan jelas
latar belakang anak itu.
ternyata anak ini anak penginjil agama Y yang
terkenal,
20 puluh tahun kemudian anak itu menjadi penginjil
agama Y juga. (agama Y adalah lawan agama kita.
agama kita adalah: X)
dia sangat terkenal dan berkharisma hingga
mengubah banyak penganut agama kita (X) menjadi
beragama Y.
bahkan keluarga dan teman-teman kita terpecah
belah dan saling tikam gara-gara perbedaan agama ini.
Haruskah kita menyesali perbuatan kita?
gara-gara engga jadi mati kelaparan, anak kecil
itu menimbulkan bencana bagi kita dan agama kita.
Memang waktu itu kita tidak tahu menahu akan masa
depan ini, tapi seandainya kita nanya dulu anak
kecil itu beragama apa, paling tidak kita bisa
mempertimbangkan lebih lanjut sebelon memberi.
tapi apakah itu hal yang benar?
-kemungkinan kedua:
jikalau kita hanya membantu orang yang beragama
sama dengan kita, nah sekarang kasus yang mirip,
anak yang sama itu lagi kelaparan dan kalau tidak
kita tolong akan mati. sebelon menolong, kita
nanya dulu, nak agama loe X(agama kita) atau bukan?
ketika jawabnya bukan, apa yang perlu kita lakukan?
membiarkan anak kecil itu kelaparan sampai mati?
apakah itu yang diajarkan agama kita?
untuk membiarkan anak kecil mati kelaparan?
siapa tahu setelah kita kasih makan, anak kecil
itu jadi terharu, dan pindah ke agama kita (X),
tapi siapa tahu juga kalau yang terjadi seperti di
kemungkinan pertama?
kalau kita mau bilang, berarti di waktu memberi
tidak selayaknya memperhitungkan macam-macam,
karena masa depan hanya Tuhan yang tahu, dan
kewajiban kita adalah sebatas untuk menolong orang.
Nah, kalau cara berpikir kita seperti itu;
gimana kalau yang kelaparan itu pasukan agama Y
yang tugasnya membantai orang-orang agama X (agama
kita)?
Masa kita tidak mau memikirkan lebih lanjut
tentang apa yang bakal terjadi di masa depan,
kalau-kalau kita menolong orang ini.
Memang ada kemungkinan kalau dia bisa insaf dan
terharu dan pindah ke agama kita,
tapi kalau ternyata di sejarahnya orang tuanya
dibunuh oleh pasukan agama kita (X),
bagaimana mungkin dia bisa melupakan dendamnya?
dengan menolong orang itu, kelak mungkin orang itu
akan membunuh teman-teman seagama kita kan?
biarpun itu cuman kemungkinan, tapi layakkah kita
mengambil resiko?
[bersambung part 2]
Part 2. Dilema orang baik beragama
2.) Masalah kedua: seberapa jauhkah kita layak
mengutamakan agama?
-kemungkinan pertama:
kali ini ada dua anak kecil sakit, yang satu
beragama X, yang satu beragama Y.
mereka berdua sakit ABAB - penyakit ganas yang
bisa bikin mati, dan kita punya penangkalnya,
tapi cuman satu. Bukankah lumrah jika kita
memberikannya kepada orang yang seagama dengan
kita? (agama X)
dalam kasus ini keputusan relatif lebih gampang
diambil.
-kemungkinan kedua:
kali ini juga ada dua anak kecil sakit, yang satu
beragama X, yang satu keponakanmu yang beragama Y
(agama loe: X).
mereka berdua juga sakit ABAB - penyakit ganas
yang bisa bikin mati, dan kita punya penangkalnya,
tapi cuman satu.
mau kasih sesama keponakan, tapi kasihan yang
beragama X, pilih darah daging, atau temen seagama?
gimana kalau instead of keponakan, anak yang
beragama Y itu anak loe sendiri?
bukankah lumrah jika kita memberikannya kepada
darah daging sendiri / famili sendiri?
tapi apakah benar untuk mengutamakan famili diatas
rekan seagama?
-kemungkinan ketiga:
kali ini ada penginjil agama X (agama kita) yang
sakit keras, dia penginjil hebat yang setiap bulan
berhasil merekrut 10000 orang menjadi agama X.
penginjil rata rata palingan cuman bisa merekrut
100 orang saja dalam sebulan. misalnya kebetulan
penginjil tersebut memerlukan jantung baru, secara
tidak disengaja kita mempunyai jantung yang bisa
dipakai untuk menggantikan jantungnya, dan kita
satu satunya yang punya jantung yang bisa dipakai.
Perlukah kita mengorbankan nyawa? demi
meningkatnya agama kita?
atau biarkan penginjil itu mati saja?
-------------------------------------------
Ajaran Agama memang indah, tapi seberapa banyak
yang sudah mengamalkan dengan benar?
dan kalau masing masing agama mengamalkannya
dengan sangat benar sekali, apa benar dunia
menjadi tempat lebih baik?
Apa sih yang sebenarnya terjadi?
Maaf yah, kalo omongan gua ada yang salah.
Gua cuman mikir2 terus ketik2, tidak pikir panjang mengenai konsekuensinya.
Komen dan masukan sangat ditunggu-tunggu.